Selasa, 02 Desember 2008

Memberi Makna (Lain) Sumpah Pemuda

Setiap 28 Oktober, pemuda dan kita semua memperingatinya sebagai hari Sumpah Pemuda. Selain salah satu catatan cukup penting dalam mempersatukan perjuangan pemuda, juga menjadi penopang utama pencapaian kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945.

Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 yang demikian kuat dalam mengokohkan bangunan kebangsaan kita: kami putra-putri Indonesia berikrar satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa Indonesia. Justru sumpah suci tidak terselamatkan oleh pemuda itu sendiri dalam peran dan fungsinya mengisi pembangunan kebangsaan Indonesia.

Nilai sejarah perjuangan kepemudaan kita selama ini dalam mengisi kemerdekaan dengan ide dan gagasan pembangunan cemerlang mengalami kelangkaan di tengah pusaran politik kapitalisme. Pemuda sebagai tulang punggung bangsa tidak berhasil meletakkan nilai perjuangan menjadi mobil cita-cita rakyat ndonesia. Tidak berhasil menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman (tuntutan rakyat), justru kemudian terjebak dalam arus politik pembangunan yang menjauh dari kehendak rakyat.

Posisi pemuda yang mulia sebagai tulang punggung bangsa seharusnya menjadi kendaraan hati nurani rakyat. Artinya, tantangan terbesar dari perjuangan kebangsaan kita sekarang ini adalah menghapus penjajahan bangsa dan Negara oleh bangsa kita sendiri dalam bentuk kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN). Inilah yang tidak diaktualisasikan optimal oleh pemuda-pemudi ketika mereka berinteraksi dengan kekuasaan dan kelompok-kelompok kepentingan politik.

Kita tidak dapat memungkiri peran fungsi pemuda dalam berbagai dimensi pembangunan, tetapi perannya dalam menyucikan cita-cita perjuangan kepemudaan 1928 tidak berhasil dilakukan. Untuk saat sekarang, bertanah air satu dan berbangsa satu perlu diarahan oleh barisan pemuda sebagai upaya bersama menikmati sumber daya nasional melalui distribusi keadilan. Sementara berbahasa satu, keberanian untuk satu bahasa dan tindakan untuk menentang korupsi oleh barisan pemuda sangatlah penting sebagaimana semangat Sumpah Pemuda 1928 dalam menentang kolonialisme. Namun , semuanya tak berlangsung sebagaimana harapan rakyat untuk posisi pemuda sebagai tulang punggung bangsa.

Kondisi ini dapat dibaca bahwa posisi pemuda mengalami impitan antara arus idealisme dan pragmatisme ketika mereka berhadapan dengan tembok kekuasaan, terutama dalam ,menentukkan orientasi dan tindakan yang harus diskenariokan , dikritisi, dan diresistensi dari sekian banyak masalah dan kebijakan penyelenggaraan pemerintah negara, baik di tingkat nasional maupun tingkat lokal. Pertanyaan yang kemudian mengemuka. Pertama, bagaimana semangat Sumpah Pemuda 1928 direaktualisasi dalam format mengisi kemerdekaan. Kedua, bagaimana eksistensi idealisme pemuda bertahan dalam peran fungsinya mendukung penyelenggaraan Negara yang bersih.

Dapat dijelaskan bahwa fungsi pemuda dirasakan semakin terdegradasi, mereka ditengarai ditumpangi banyak “ide pragmatisme”. Di sini, eksistensi peran fungsi pemuda terlihat sangat rapuh untuk berhadapan dengan snstem politik negara yang korup, mereka terperangkap untuk mengusung isu-isu yang tidak popular dan kemudian cenderung memperkuat sistem korup yang berlangsung.

Banyak hal yang menunjuk ke arah itu. Pemuda masuk dalam organisasi politik, birokrasi negara dan dunia usaha justru larut dalam praktik korup, Tidak berdaya berhadapan arus KKN yang serba canggih. Idealisme mereka luntur dalam badai realisme dan pragmatisme. Organisasi pemuda tak lebih dari sekedar jembatan politik bagi pemuda unuk masuk dalam jaringan elite penyelenggaraan Negara.

Eksistensi perjuangan pemuda hanya mungkin mengonsolidasikan dam merefleksikan kekuatan seperti semangat Sumpah Pemuda 1928, jika mereka selektif terhadap isu dan kebijakan negara yang memang dibutuhkan secara obyektif oleh rakyat. Penggalan ide, gagasan, dan kritik yang cemerlang terhadap masalah dan situasi penyelenggaraan pemerintah negara tidak bisa tidak hanya dapat diwujudkan melalui api perjuangan pemuda untuk menempatkan korupsi sebagai musuh terbesar dari bangsa ini.. Berani secara obyektif untuk bersama menentang praktik KKN jika kekuatan mereka tetap ingin menjadi tulang pungung bangsa.

Medan perjuangan yang serba kompleks dalam mengisi kemerdekaan, membuat posisi pemuda perlu lebih diorientasikan secara egaliter untuk memperkuat pemadatan nilai keadilan dari setiap kebijakan dan program pembangunan negara. Namun, konsekuensinya adalah mampukah pemuda merancang platform perjuangan yang sama dalam rangka memberantas KKN karena kalau tidak posisi pemuda mudah terjebak dalam kelompok kepentingan atau oleh partai politik. Hal ini memang sangat mengkhawatirkan karena posisi pemuda selama ini, sadar atau tidak, lebih banyak berada dalam real pragmatisme politk.

Loyalitas dan dedikasi posisi pemuda harus tetap berdri tegak di atas nilai kebenaran dan keadilan. Karena, apa pun alasannya, fenomena kepemudaan kini relatif “termaterialisasi” di berbagai arena penyelenggaraan negara sehingga dangkal dan mandul tak berdaya dalam arus politik kapitalisme.

Kelangkaan dan mandulnya ide serta gagasan cemerlang dari pemuda masa kini akan menjadi lahan subur tumbuh dan berkembangnya praktik korupsi. Kini dan esok menanti perjuangan pemuda dengan keberanian untuk bersumpah dan berikrar membebaskan rakyat dari “kolonialisme korupsi” oleh bangsa sendiri.

Selengkapnya......

Senin, 03 November 2008

Definisi Dasar dan Tujuan Dakwah Kampus

Dakwah Kampus merupakan salah satu bagian dari dakwah secara umum. Dakwah kampus mengkhususnya dirinya untuk bergerak dalam sebuah miniatur masyarakat kecil yang bernama masyarakat kampus. Oleh karena itu dalam menjalankan roda dakwahnya, Dakwah Kampus memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan dakwah di wilayah lain. Dengan kata lain, pola Dakwah Kampus tentu akan berbeda dengan pola di Dakwah Remaja Masjid, atau pada Dakwah di Perkantoran, dan sebagainya. Oleh karena itu, sebelum kita lebih jauh membicarakan mengenai bagaimana rincian pola dan strategi dakwah kampus, maka perlu kita pahami dahulu apa definisi dasar dari Dakwah Kampus.

Definisi Dakwah Kampus

Dakwah Kampus adalah dakwah ammah harokatudz dzahiroh dalam lingkup perguruan tinggi. Dakwah yang sifatnya terbuka, berorientasi kepada rekrutmen dakwah di kalangan civitas akademika secara umum, dan aktivitasnya dapat dirasakan oleh civitas akademika. Civitas akademika yang dimaksud di sini adalah para mahasiswa dan dosen perguruan tinggi. Civitas akademika merupakan bagian dari masyarakat kampus yang hidup dengan peraturan, ada peraturan kampus (rektorat), peraturan ormawa, dan sebagainya. Sehingga untuk dapat mengejewantahkan dakwah ammah harokatudz dzahirah tersebut, maka prinsip 'legal', 'formal', dan 'wajar' dalam kacamata civitas akademika, menjadi hal yang perlu diperhatikan oleh Dakwah Kampus. Salah satu derivasi dari hal ini, maka biasanya sebuah lembaga dakwah kampus perlu membuat AD/ART sebagai bagian dari bentuk legalisasi organisasi dakwah kampus di sebuah perguruan tinggi.

Untuk menjalankan roda Dakwah Kampus, maka dibutuhkan personil-personil, yaitu Aktivis Dakwah Kampus (ADK). ADK adalah kader dakwah dan tarbiyah yang memiliki peran dalam Dakwah Kampus. Peran yang dilakukan bisa berupa sebagai pengurus lembaga dakwah kampus, murobbi kampus, dan sebagainya. Peran ADK ini bisa dijalankan oleh kader dakwah yang bertitel mahasiswa, atau dosen, atau kader dakwah lainnya yang bersinggungan dengan Dakwah Kampus. Mereka harus dapat bergerak bersama-sama dalam koridor strategi dakwah kampus yang bersangkutan.

Sebagaimana telah diungkapkan di atas, dalam pergerakannya dakwah kampus memiliki medan tersendiri. Medan pergerakan dakwah kampus adalah area di mana dakwah kampus mengaktualisasikan diri. Medan Dakwah Kampus yaitu lingkungan internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap dakwah kampus, meliputi manusia-manusianya (para civitas akademika, pejabat dan pegawai kampus, alumni), sarana-sarananya (lembaga kemahasiswaan, institusi perguruan tinggi, institusi pemerintah terkait, institusi kerjasama antar perguruan tinggi), dan aturan main yang berlaku (peraturan perundangan terkait, kurikulum dan sistem administrasi perguruan tingggi), serta sarana dan prasarana kampus.

Dan yang terakhir dalam kajian ini adalah tujuan Dakwah Kampus, terakhir dan sangat penting. Karena tujuan dakwah kampus harus selalu menjadi satu hal yang terus diingat oleh para ADK, agar mereka tahu ke mana arah dakwah kampus berjalan.

Tujuan Dakwah Kampus

Tujuan utama dari Dakwah kampus adalah adanya suplai alumni yang berafiliasi kepada Islam, dan optimalisasi peran kampus dalam upaya mentransformasi masyarakat menuju masyarakat Islami. Derivasi dari hal ini maka peran tarbiyah kampus yang berkesinambungan - untuk menghasilkan alumni-alumni yang berafiliasi kepada Islam - menjadi sangat penting. Derivasi lainnya, lembaga dakwah kampus perlu secara bertahap menjadi lembaga dakwah kampus yang matang, agar dapat memainkan perannya di perguruan tinggi yang bersangkutan untuk dapat mengusung perubahan. Mengenai tahapan dakwah kampus ini perlu kajian tersendiri.

Sasaran Dakwah Kampus

Untuk mencapai tujuan di atas, ada beberapa sasaran antara yang harus dicapai terlebih dahulu. Sasaran tersebut antara lain:

1. Terbentuknya bi’ah (lingkungan) yang kondusif bagi kehidupan Islami di kampus, baik dalam sisi moral, intelektual, maupun tanggungjawab sosial. Kita tahu bahwa kampus adalah lingkungan yang heterogen. Ketika berinteraksi di dalamnya, maka butuh kekuatan untuk menjaga idealisme dengan tetap memperhatikan realitas. Hal ini berarti dakwah kampus memerlukan sebuah lingkungan kecil yang senantiasa dapat terus men-charge ruhiyah para ADK di tengah-tengah aktivitasnya di kampus. Sarana untuk itu adalah tarbiyah yang berkesinambungan untuk para ADK dan yang didakwahkannya.

2. Terbentuknya opini ketinggian Islam di kalangan kampus. Oleh karena itu syiar dalam mengkampanyekan kemuliaan Islam harus terus dilakukan secara rutin. Sarana-sarana syiar untuk ini cukup banyak, misalnya majalah, perpustakaan, peringatan hari besar Islam, tabligh akbar, dan sebagainya. Barangkali bisa kita diskusikan mengenai hal ini dalam kajian tersendiri.

3. Terbentuknya kesinambungan barisan pendukung dakwah. Untuk itu, tarbiyah yang berkesinambungan di setiap angkatan mahasiswa harus dipastikan berjalan. Ini membutuhkan sebuah lajnah yang dapat mengawasi itu dalam jangka panjang.

4. Terbentuknya hubungan timbal balik yang sinergis antara dakwah ammah dengan pengkaderan. Artinya, semua rekrutmen-rekrutmen dakwah diupayakan dapat dilanjutkan dengan proses dakwah secara khusus terhadap orang-orang yang direkrut tersebut.

Demikian kajian singkat mengenai definisi dasar dan tujuan dakwah kampus. Semoga dapat menjaga orisinalitas dakwah kampus di tengah-tengah proses perubahan yang semakin cepat.

Selengkapnya......

Minggu, 03 Agustus 2008

Fungsi dan Kedudukan LDK

Da’wah dikampus tidak bisa dilepaskan dari peran LDK atau Lembaga Da’wah Kampus yang ada hampir disetiap kampus perguruan tinggi yang ada di Indonesia saat ini. Menurut Khittah LDK, LDK adalah suatu lembaga yang dikelola mahasiswa, bergerak dalam da’wah Islam di kampus untuk menegakkan kalimah Allah dengan amar ma’ruf nahi mungkar. Masyarakat kampus sebagai objek utamanya dan mahasiswa merupakan unsur terpentingnya.

Untuk mencapai tujuannya, LDK setidaknya harus memainkan fungsi sebagai berikut.
1. LDK sebagai media pembinaan umat

Ini merupakan peran utama LDK dan yang selama ini telah kita mainkan. Dalam hal ini, LDK memiliki kedudukan strategis mengingat jangkauanya untuk melakukan aktivitas pembinaan umum kepada civitas akademika secara luas dan masyarakat sekitar kampus. Perlu penajaman arah mafhum yang hendak dituju sehubungan dengan situasi masyarakat yang lebih terbuka dan kondusif bagi proses Islamisasi. Keberhasilan dalam memainkan fungsi ini akan menentukan peran-peran berikutnya. Sudah saatnya penyelengaraan kegiatan da’wah yang asal-asalan harus ditinggalkan.

2. LDK sebagai artikulator

LDK sebagai artikulator, LDK dapat berperan sebagai penyambung aspirasi umat, baik dalam hal menyerukan yang ma’ruf maupun menghilangkan yang munkar. Dalam beberapa kasus terbukti ternyata umat khususnya kalangan mudanya juga memiliki apresiasi positif terhadap perlunya menegakkan yang ma’ruf dan menghilangkan kemungkaran, tetapi fakta juga menunjukkan bahwa apresiasi itu muncul setelah ada orang atau lembaga yang mencetuskannya terlebih dahulu. Di sini letak pentingnya LDK sebagai artikulator yang pada gilirannya akan menggeret peran serta umat lebih besar. Akan tetapi perlu diingat, bahwa biar bagaimana LDK tetap terikat dengan sistem perkampusan. Oleh karenanya dalam pelaksanaan peran ini perlu ditempuh cara agar LDK aman dari tuduhan melanggar sistem tersebut, misalnya dengan mengedepankan pendekatan ilmiyah melalui pakar atau lembaga yang kredibel. Dalam hal ini tindakan artikulasi (baik lisan, tulisan maupun aksi) ini. Demi kredibilitas dan daya dorong dan efek yang ditimbulkan. LDK perlu bahu membahu dengan eksponen da’wah lain Khususnya dengan kalangan pers Islam. Disini mewujudkan kerjasama dengan ICMI. MUI dan lembaga lain semakin penting artinya.

3. LDK sebagai mediator

Dengan akses yang (mungkin) dimiliki, LDK dapat berperan sebagai mediator antara umat pada satu sisi agar aspirasinya kesampaian, dengan mengambil keputusan di pihak lain. Terkadang aspirasi umat macet disebabkan tidak sampinya kepada pihak yang berkompeten, sementara terdapat kebijakan pemerintah yang tidak populer di kalangan umat karena kurang mengertinya terhadap aspirasi umat. Di sini peran mediasi (cultural and political broker) menjadi penting artinya. Upaya mengayakan dan menguatkan akses menjadi mutlak karenanya. Dalam hal tindakan mediasi ini sekali lagi, LDK tidak harus berjalan sendiri. Kerjasama dengan eksponen da’wah lain juga mesti dilakukan.

4. LDK sebagai fasilitator

Dengan ide, akses, fasilitas yang dimiliki, LDK dapat berperan sebagai fasilitator dalam berbagai kegiatan demi tercapainya aspirasi umat, baik dalam kegiatan artikulasi, mediasi maupun aksi.

Selengkapnya......

Tentang Da'wah Kampus

Da’wah Islam adalah gerakan atau upaya terus menerus mengajak manusia kepada jalan Allah. Da’wah berupaya merubah pikiran, perasaan dan tingkah laku manusia dari jahilliyah kepada Islam, atau dari yang kurang Islami menjadi Islami hingga terbentuk tatanan masyarakat Islam.
Da’wah kepada orang kafir bertujuan untuk merubah aqidahnya menjadi aqidah Islam; sementara kepada orang Islam, da’wah bertujuan untuk meningkatkan iman serta ketaatannya kepada aturan Allah.
Da’wah semacam ini dapat dilakukan secara perorangan (fardiyah), tapi tentu akan lebih efektif bila dijalankan secara berkelompok (jamaiyah).
Yang paling tepat dijalankan oleh negara (Daulah). Yakni dengan menerapkan Islam dalam seluruh aspek kehidupan, sedemikian sehingga orang-orang kafir, juga orang-orang Islam, yang hidup dalam naungannya akan melihat dan merasakan secara langsung kemuliaan Islam dan kenikmatan dalam masyarakat Islam itu. Dari situ diharapkan orang kafir tergerak merubah aqidahnya menjadi aqidah Islam, dan orang Islam semakin kuat Imannya serta semakin taat dalam menjalankan syariatnya.
Maka, da’wah kepada orang kafir disebut berhasil bila atas dorongan da’wah ia mau berpindah aqidah atau setidaknya tunduk di bawah aturan kekuasaan Islam. Sedang da’wah kepada orang Islam disebut berhasil, bila setelah menerima da’wah, terdapat peningkatan iman dan peningkatan kecintaan kepada Islam yang ditunjukan dengan kegairahan untuk mewujudkan aturan Islam dalam kehidupan pribadi dan masyarakat. Secara khusus, bila kaum muslimin hidup di dalam masyarakat Islam, da’wah berhasil bila mereka ridha (rela, suka dan bahagia) hidup di dalam naungannya serta bersedia mempertahankan kelangsungan sistem itu. Bila masyarakat Islam belum ada, maka da’wah disebut berhasil bila mampu menyadarkan dan menggerakkan umat untuk mewujudkan masyarakat itu.
Adapun nilai da’wah sebagai amal muslim di sisi Allah, tidaklah dihitung dari keberhasilan-keberhasilan tadi, melainkan dari segi motif (yang semestinya ikhlas) dan dari segi metode atau thoriqah (yang semestinya sesuai dengan ketentuan syara’). Bila kita sudah menjalankan da’wah dengan ikhlas dan sesuai tuntunan, penilaiannya berada di tangan Allah. Keberhasilan setiap amal, termasuk dalam da’wah, hanyalah nilai materi yang merupakan konsekuensi logis dari upaya sunguh-sungguh, kerja keras dan pantang menyerah.
Bila sekarang belum ada atau tidak ada daulah yang menaungi kehidupan Islam, da’wah dilakukan secara fardiah atau jamaiyah yang bertujuan menegakkan kehidupan Islam (isti’nafu al hayati al Islamiyah). Sebab selama kehidupan Islam belum tegak, nilai-nilai utama Islam tidak akan sepenuhnya terwujudkan. Kaum muslimin akan hidup dalam nilai-nilai kaum jahiliy yang secara alami justru berefek mendangkalkan aqidah dan mereduksi ketaatan pada aturan Islam. Akibat selanjutnya, sebagian kaum muslimin apalagi non muslim, “sulit percaya” kepada kebaikan Islam dan keharusan menerapkan aturan Islam. Fenomena Islam phobia pada sementara kalangan di negeri ini yang juga beragama Islam, sesungguhnya berakar dari situasi ini. Hal ini jelas semakin menyulitkan da’wah dalam menegakkan Islam kembali, karena da’wah bukan hanya berhadapan dengan penghalang non muslim tapi juga dengan muslim sendiri.

Nilai Strategi Kampus
Ditinjau dari struktur sosial kemasyarakatan, mahasiswa dan kampus merupakan satu kesatuan yang mempunyai peranan penting dalam perubahan sosial dan peri-kepemimpinan di tengah-tengah masyarakat. Ditilik dari segi usia, mahasiswa merupakan kelompok masyarakat yang berusia muda, yang dari segi potensi manusiawi termasuk manusia yang mempunyai taraf berfikir di atas rata-rata. Pada usia semuda itu masih terbuka peluang bagi perkembangan dan perubahan besar di masa datang. Kendati perubahan yang sangat drastis dan mendasar bisa pula terjadi pada usia lanjut. Usia mahasiswa adalah usia saat mencari bentuk dan identitas bagi corak kehidupan yang akan dijalaninya nanti. Kepribadian mahasiswa umumnya masih mudah terbentuk.
Mahasiswa juga merupakan sosok manusia yang sarat idealisme, suka berpihak pada satu hal yang diyakini kebenarannya atau sesuatu yang ia minati. Bahkan tak jarang mahasiswa mau memberikan apa yang ia miliki untuk memperjuangkan keyakinannya atau menggeluti yang diminatinya. Lepas apakah itu benar secara hakiki atau tidak, layak atau tidak. Mahasiswa juga mamiliki kecenderungan terhadap perubahan keadaan masyarakat ke arah yang dicita-citakannya. Ia tidak menyukai kemapanan dan kemandegan, karena dalam pandangannya itu sama artinya dengan kemunduran dan dirasakan tidaklah sesuai dengan dorongan jiwa mudanya yang penuh gejolak idealisme. Tapi kadang ia hanya sekadar menginginkan perubahan saja tanpa memikirkan apakah perubahan yang dikehendaki itu menghantarkan kepada keadaan yang lebih baik atau tidak. Pendek kata, pokoknya asal berubah. Ketidakmampuan mendefinisikan secara jelas perubahan macam apa yang dikehendaki acapkali membawanya pada suasana gelora tanpa kendali.
Namun demikian, tidak sedikit mahasiswa yang mampu menggambarkan secara jelas perubahan yang dikehendakinya dengan baik, bahkan hingga mengatasi pemikiran yang berkembang saat itu. Hal ini ditunjang oleh kebiasaannya berfikir, belajar dan mengkaji sesuatu dari berbagai sumber yang ia dapatkan. Kekuatan daya tangkap, daya nalar, dan imajinasinya menghantarkannya menjadi pemikir-pemikir muda yang potensial. Terlebih bila ia memang sengaja dididik, dibina dan dikembangkan dalam kerangka ideologi dan untuk tujuan tertentu, maka ia untuk tumbuh menjadi kader yang tangguh, agen perubahan masyarakat ke arah cita-cita yang diembannya. Usia mudanya memberikan peluang untuk mengembangkan dirinya lebih lanjut, mengasah dan menajamkan pemikirannya, meningkatkan keberanian dan nilai kejuangannya. Idealisme yang dimiliki mendorong dirinya untuk bergerak demi perjuangannya itu.
Perjuangan menegakan idealisme tidak berhenti hanya pada saat ia menjadi mahasiswa tapi berlanjut pada kehidupan pasca kampusnya. Pembinaan yang diterima saat mahasiswa mendorongnya untuk tetap setia memperjuangkan idealisme itu dalam kehidupannya selepas mahasiswa. Untuk itu, ia mengatur garis kehidupannya gaya dan kegiatan hidupnya, hingga selaras dengan cita-citanya. Ia membuat rencana-rencana dan langkah-langkah serta membangun hubungan-hubungan dengan orang atau lembaga se-idealisme serta menyebarkan ide-ide dan pemikirannya dengan berbagai cara. Ia telah bergerak di tengah masyarakat di bawah idealisme yang diyakininya. Berbagai hambatan dan kesulitan dijalaninya dengan penuh ketegaran dan keyakinan. Ia tidak surut dan bergeming dari jalan yang ditempuhnya, bahkan semua kesulitan itu semakin meyakinkan dan memantapkan langkahnya. Maka tumbuhlah ia ditengah-tengah masyarakat dikenal sebagai pejuang cita-cita tertentu. Ia dikenal ide dan pemikirannya. Ia dikagumi karena kekonsistenannya terhadap idealisme dan sikap hidupnya. Ia diikuti karena cita-cita dan pemikiran hidupnya. Ia telah menjadi figur yang berkredibilitas ide yang diakui secara objektif oleh masyarakat.
Maka tak pelak lagi bahwa kampus dan mahasiswanya memiliki posisi yang amat strategis bagi perubahan masyarakat di masa mendatang. Terutama di mata kaum yang berkepentingan memperjuangkan suatu ideologi. Mereka sama-sama melihat, di dalam kampus didapatkan kader atau tunas muda yang bisa dibina untuk menjadi pengikut dan pejuang setianya. Kampus ibarat tanah adalah lahan yang paling subur untuk menyebarkan suatu paham atau ideologi, sehingga kelak ia suatu saat akan menuai hasilnya berupa kader-kader yang tangguh. Dan kampus sebagai lahan pertanian tadi terbuka untuk segala macam benih yang saling bertentangan sikap hidupnya sekalipun. Dalam konteks demikianlah kita mestinya melihat da’wah di kampus.

Arah Da’wah di Kampus
Kemana sebenarnya arah da’wah kampus di arahkan? Yang pasti, da’wah di kampus tidaklah berdiri sendiri. Artinya, ia hendaknya dilakukan secara sinergis sebagai bagian dari da’wah kapada umat secara keseluruhan, bahkan bukan hanya di Indonesia, tapi juga di dunia. Dengan demikian arah da’wah di kampus juga tidak bisa dipisahkan dari arah da’wah kepada umat secara umum.
Melihat realitas umat sekarang ini dimana tidak ada lagi kehidupan Islam, sementara terdapat kemestian yang ditetapkan Islam akan kewajiban penerapan seluruh syariat Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, maka da’wah pada masa sekarang disebut da’wah Isti’naful hayatil Islamiyah (melanjutkan kehidupan Islam). Kehidupan Islam yang pertama telah pernah tegak di Madinah di bawah naungan daulah Islam dengan Rasulullah sebagai pemimpin, dilanjutkan oleh para khulafaurrasyidin, lalu para khulafa dan berakhir dimasa kepemimpinan Sultan Abdul Majid dari Kekhilafahan Utsmani 1924. Semenjak itu tidak ada lagi kehidupan Islam. Yang ada hanyalah kehidupan kaum muslimin yang melaksanakan syari’at Islam sebagian dan meninggalkan sebagian yang lain. Da’wah melanjutkan kehidupan Islam berarti mengembalikan kaum mulimin kepada pengamalan seluruh hukum-hukum Islam baik menyangkut aqidah, akhlak, makanan, minuman, pakaian juga muamalat (‘audatu al muslimin ila al-‘amal bi jami’i ahkami al-Islami).
Untuk itu diperlukan kekuatan umat, yang terbentuk hanya bila umat memiliki kesadaran Islam yang tinggi. Da’wah haruslah berorientasi kepada perubahan kearah Islam, yang pada tahap awal berupa perubahan pemikiran uamt (bersifat fikriah). Karena, perubahan masyarakat ke arah Islam terjadi bila pemahaman (mafhum) Islam tertanam dan berkembang secara efektif di tengah masyarakat, Mafhum Islam akan menjadi landasan dalam berbuat dan bertingkah laku. Islam akan menjadi ro’yun ‘amnya (pendapat umum). Umat akan memiliki cara berfikir Islam, yakni memandang segala sesuatu berdasarkan ajaran-ajaran Islam, serta memiliki daya saring dalam menerima segala macam bentuk ide dan paham yang bertentangan dengan Islam. Mereka juga memahami apa sesungguhnya cita-cita Islam. Mafhum Islam itu akan menyatukan dan menggerakkan umat untuk menuntut perubahan-perubahan sesuai dengan cita-citanya. Saat itu adalah kesempatan yang terbaik untuk mewujudkan kesatuan dan kemimpinan umat, mengarahkan perasaan jiwa dan cita-cita umat, ke arah tujuan perjuangan Islam. Umat tidak bergerak atas dasar dendam akibat penindasan yang dialaminya, atau tidak juga karena sekedar memenuhi kebutuhan perut. Akan tetapi, umat bergerak semata-mata didorong oleh aqidah Islam yang telah menyadarkan mereka akan kewajiban untuk menata kehidupan ini sesuai dengan kehendak Illahi, dan mewujudkan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Hanya itulah yang menjadi motivasi dan tujuan umat. Mereka mendambakan kebahagiaan abadi di akherat nanti. Mereka mendambakan surga, dan lebih dari itu mereka mendambakan keridhoan Allah.
Semua tak akan terwujud tanpa adanya peminpin-pemimpin yang setia membina dan mengarahkan umat. Yakni pemimpin yang tangguh yang memiliki kekuatan ruhiyah (Aqidah dan kepribadian), kekuatan ma’nawiyah (ilmu dan strategi) serta kekuatan madiyah (fisik dan materi). Salah satunya bersumber dari kampus. Maka tidak kurang para pemimpin Ma’had Aliy dalam pertemuannya di Jakarta akhir tahun 1989, meletakkan kampes sebagai salah satu sumber ulama. Dan untuk mewujudkan semua itu, tentu diperlukan usaha yang keras dan sungguh-sungguh, sabar dan terus menerus, mulai dari menyebarkan ide-ide, mencari kader-kader yang berkualitas, dan membinanya terus menerus, mengarahkan sampai merangkaikannya dalam jalinan langkah jamaah yang terpadu dan harmonis. Inilah prinsip da’wah di kampus.
Da’wah di kampus di negeri ini jelas berhasil bagi terbentuknya basis kekuatan umat secara baru, melengkapi peran pesantren, majelis ta’lim dan perguruan Islam selama ini. Beberapa bukti bisa disebut untuk menandai kesan munculnya kekuatan Islam di kampus. Nafas Islam di berbagai kota besar seputar tahun 80-an harus diakui sangat dipengaruhi kampus. Berbicara da’wah Islam di Bandung misalnya, harus disebut peran Salman ITB, Masjid UNPAD dan lain-lain. Ramadhan di kampus jama’ah Shalahudin UGM memberi inspirasi munculnya Ramadhan di kampus-kampus lain. Juga munculnya Ramadhan di kampung di Yogyakarta. Bahkan IPB, Karena gencarnya proses ‘Islamisasi’ di kampusnya, sering diplesetkan menjadi ‘Institut Pesantren Bogor’. Fenomena jilbab secara pesat muncul dari kampus, tak terkecuali kampus-kampus yang sangat ketat dalam aturan berpakaian. Dan cetusan ketidakpuasan umat atas berbagai persoalan yang berkembang seakan terwakili oleh aksi kampus. Dari protes jilbab lewat PMIB, demo Tabloid Monitor, aksi solidaritas Bosnia adalah beberapa diantaranya. Dari segi kepemimpinan, peran pemimpin Islam asal kampus juga mulai menonjol. Sebut saja Rama Pratama, seorang aktivis muslim yang menjadi pemimpin pergerakan mahasiswa dalam rangka menjatuhkan rezim Soeharto.

Peran dan Fungsi Dakwah Kampus
Peran yang seharusnya dimainkan oleh lembaga dakwah kampus adalah sebagai berikut : pelayanan dan pemberdayaan ummat, pembinaan ummat sebagai upaya meningkatkan kualitas sumber daya insani meliputi aspek akal, ruh, dan jasad menuju terbentuknya peradaban Islam, pengkajian kontekstual dan isu strategis, dalam arti memaknai hikmah, melakukan pembelajaran, dan mengambil sikap terhadap fenomena-fenomena keummatan, pergerakan dalam usaha perjuangan mentransformasikan nilai-nilai Islam di masyarakat berupa penyadaran dan pressure yang bercirikan kemahasiswaan dan keIslaman, pengkaderan sebagai upaya membentuk kader da’wah yang berkepribadian Islam dengan aktivitas meliputi pembekalan, penjagaan, serta pemberdayaan kualitas dan potensi kader.

Selengkapnya......
 
Free PALESTINE MySpace Cursors at www.totallyfreecursors.com