Minggu, 03 Agustus 2008

Fungsi dan Kedudukan LDK

Da’wah dikampus tidak bisa dilepaskan dari peran LDK atau Lembaga Da’wah Kampus yang ada hampir disetiap kampus perguruan tinggi yang ada di Indonesia saat ini. Menurut Khittah LDK, LDK adalah suatu lembaga yang dikelola mahasiswa, bergerak dalam da’wah Islam di kampus untuk menegakkan kalimah Allah dengan amar ma’ruf nahi mungkar. Masyarakat kampus sebagai objek utamanya dan mahasiswa merupakan unsur terpentingnya.

Untuk mencapai tujuannya, LDK setidaknya harus memainkan fungsi sebagai berikut.
1. LDK sebagai media pembinaan umat

Ini merupakan peran utama LDK dan yang selama ini telah kita mainkan. Dalam hal ini, LDK memiliki kedudukan strategis mengingat jangkauanya untuk melakukan aktivitas pembinaan umum kepada civitas akademika secara luas dan masyarakat sekitar kampus. Perlu penajaman arah mafhum yang hendak dituju sehubungan dengan situasi masyarakat yang lebih terbuka dan kondusif bagi proses Islamisasi. Keberhasilan dalam memainkan fungsi ini akan menentukan peran-peran berikutnya. Sudah saatnya penyelengaraan kegiatan da’wah yang asal-asalan harus ditinggalkan.

2. LDK sebagai artikulator

LDK sebagai artikulator, LDK dapat berperan sebagai penyambung aspirasi umat, baik dalam hal menyerukan yang ma’ruf maupun menghilangkan yang munkar. Dalam beberapa kasus terbukti ternyata umat khususnya kalangan mudanya juga memiliki apresiasi positif terhadap perlunya menegakkan yang ma’ruf dan menghilangkan kemungkaran, tetapi fakta juga menunjukkan bahwa apresiasi itu muncul setelah ada orang atau lembaga yang mencetuskannya terlebih dahulu. Di sini letak pentingnya LDK sebagai artikulator yang pada gilirannya akan menggeret peran serta umat lebih besar. Akan tetapi perlu diingat, bahwa biar bagaimana LDK tetap terikat dengan sistem perkampusan. Oleh karenanya dalam pelaksanaan peran ini perlu ditempuh cara agar LDK aman dari tuduhan melanggar sistem tersebut, misalnya dengan mengedepankan pendekatan ilmiyah melalui pakar atau lembaga yang kredibel. Dalam hal ini tindakan artikulasi (baik lisan, tulisan maupun aksi) ini. Demi kredibilitas dan daya dorong dan efek yang ditimbulkan. LDK perlu bahu membahu dengan eksponen da’wah lain Khususnya dengan kalangan pers Islam. Disini mewujudkan kerjasama dengan ICMI. MUI dan lembaga lain semakin penting artinya.

3. LDK sebagai mediator

Dengan akses yang (mungkin) dimiliki, LDK dapat berperan sebagai mediator antara umat pada satu sisi agar aspirasinya kesampaian, dengan mengambil keputusan di pihak lain. Terkadang aspirasi umat macet disebabkan tidak sampinya kepada pihak yang berkompeten, sementara terdapat kebijakan pemerintah yang tidak populer di kalangan umat karena kurang mengertinya terhadap aspirasi umat. Di sini peran mediasi (cultural and political broker) menjadi penting artinya. Upaya mengayakan dan menguatkan akses menjadi mutlak karenanya. Dalam hal tindakan mediasi ini sekali lagi, LDK tidak harus berjalan sendiri. Kerjasama dengan eksponen da’wah lain juga mesti dilakukan.

4. LDK sebagai fasilitator

Dengan ide, akses, fasilitas yang dimiliki, LDK dapat berperan sebagai fasilitator dalam berbagai kegiatan demi tercapainya aspirasi umat, baik dalam kegiatan artikulasi, mediasi maupun aksi.

Selengkapnya......

Tentang Da'wah Kampus

Da’wah Islam adalah gerakan atau upaya terus menerus mengajak manusia kepada jalan Allah. Da’wah berupaya merubah pikiran, perasaan dan tingkah laku manusia dari jahilliyah kepada Islam, atau dari yang kurang Islami menjadi Islami hingga terbentuk tatanan masyarakat Islam.
Da’wah kepada orang kafir bertujuan untuk merubah aqidahnya menjadi aqidah Islam; sementara kepada orang Islam, da’wah bertujuan untuk meningkatkan iman serta ketaatannya kepada aturan Allah.
Da’wah semacam ini dapat dilakukan secara perorangan (fardiyah), tapi tentu akan lebih efektif bila dijalankan secara berkelompok (jamaiyah).
Yang paling tepat dijalankan oleh negara (Daulah). Yakni dengan menerapkan Islam dalam seluruh aspek kehidupan, sedemikian sehingga orang-orang kafir, juga orang-orang Islam, yang hidup dalam naungannya akan melihat dan merasakan secara langsung kemuliaan Islam dan kenikmatan dalam masyarakat Islam itu. Dari situ diharapkan orang kafir tergerak merubah aqidahnya menjadi aqidah Islam, dan orang Islam semakin kuat Imannya serta semakin taat dalam menjalankan syariatnya.
Maka, da’wah kepada orang kafir disebut berhasil bila atas dorongan da’wah ia mau berpindah aqidah atau setidaknya tunduk di bawah aturan kekuasaan Islam. Sedang da’wah kepada orang Islam disebut berhasil, bila setelah menerima da’wah, terdapat peningkatan iman dan peningkatan kecintaan kepada Islam yang ditunjukan dengan kegairahan untuk mewujudkan aturan Islam dalam kehidupan pribadi dan masyarakat. Secara khusus, bila kaum muslimin hidup di dalam masyarakat Islam, da’wah berhasil bila mereka ridha (rela, suka dan bahagia) hidup di dalam naungannya serta bersedia mempertahankan kelangsungan sistem itu. Bila masyarakat Islam belum ada, maka da’wah disebut berhasil bila mampu menyadarkan dan menggerakkan umat untuk mewujudkan masyarakat itu.
Adapun nilai da’wah sebagai amal muslim di sisi Allah, tidaklah dihitung dari keberhasilan-keberhasilan tadi, melainkan dari segi motif (yang semestinya ikhlas) dan dari segi metode atau thoriqah (yang semestinya sesuai dengan ketentuan syara’). Bila kita sudah menjalankan da’wah dengan ikhlas dan sesuai tuntunan, penilaiannya berada di tangan Allah. Keberhasilan setiap amal, termasuk dalam da’wah, hanyalah nilai materi yang merupakan konsekuensi logis dari upaya sunguh-sungguh, kerja keras dan pantang menyerah.
Bila sekarang belum ada atau tidak ada daulah yang menaungi kehidupan Islam, da’wah dilakukan secara fardiah atau jamaiyah yang bertujuan menegakkan kehidupan Islam (isti’nafu al hayati al Islamiyah). Sebab selama kehidupan Islam belum tegak, nilai-nilai utama Islam tidak akan sepenuhnya terwujudkan. Kaum muslimin akan hidup dalam nilai-nilai kaum jahiliy yang secara alami justru berefek mendangkalkan aqidah dan mereduksi ketaatan pada aturan Islam. Akibat selanjutnya, sebagian kaum muslimin apalagi non muslim, “sulit percaya” kepada kebaikan Islam dan keharusan menerapkan aturan Islam. Fenomena Islam phobia pada sementara kalangan di negeri ini yang juga beragama Islam, sesungguhnya berakar dari situasi ini. Hal ini jelas semakin menyulitkan da’wah dalam menegakkan Islam kembali, karena da’wah bukan hanya berhadapan dengan penghalang non muslim tapi juga dengan muslim sendiri.

Nilai Strategi Kampus
Ditinjau dari struktur sosial kemasyarakatan, mahasiswa dan kampus merupakan satu kesatuan yang mempunyai peranan penting dalam perubahan sosial dan peri-kepemimpinan di tengah-tengah masyarakat. Ditilik dari segi usia, mahasiswa merupakan kelompok masyarakat yang berusia muda, yang dari segi potensi manusiawi termasuk manusia yang mempunyai taraf berfikir di atas rata-rata. Pada usia semuda itu masih terbuka peluang bagi perkembangan dan perubahan besar di masa datang. Kendati perubahan yang sangat drastis dan mendasar bisa pula terjadi pada usia lanjut. Usia mahasiswa adalah usia saat mencari bentuk dan identitas bagi corak kehidupan yang akan dijalaninya nanti. Kepribadian mahasiswa umumnya masih mudah terbentuk.
Mahasiswa juga merupakan sosok manusia yang sarat idealisme, suka berpihak pada satu hal yang diyakini kebenarannya atau sesuatu yang ia minati. Bahkan tak jarang mahasiswa mau memberikan apa yang ia miliki untuk memperjuangkan keyakinannya atau menggeluti yang diminatinya. Lepas apakah itu benar secara hakiki atau tidak, layak atau tidak. Mahasiswa juga mamiliki kecenderungan terhadap perubahan keadaan masyarakat ke arah yang dicita-citakannya. Ia tidak menyukai kemapanan dan kemandegan, karena dalam pandangannya itu sama artinya dengan kemunduran dan dirasakan tidaklah sesuai dengan dorongan jiwa mudanya yang penuh gejolak idealisme. Tapi kadang ia hanya sekadar menginginkan perubahan saja tanpa memikirkan apakah perubahan yang dikehendaki itu menghantarkan kepada keadaan yang lebih baik atau tidak. Pendek kata, pokoknya asal berubah. Ketidakmampuan mendefinisikan secara jelas perubahan macam apa yang dikehendaki acapkali membawanya pada suasana gelora tanpa kendali.
Namun demikian, tidak sedikit mahasiswa yang mampu menggambarkan secara jelas perubahan yang dikehendakinya dengan baik, bahkan hingga mengatasi pemikiran yang berkembang saat itu. Hal ini ditunjang oleh kebiasaannya berfikir, belajar dan mengkaji sesuatu dari berbagai sumber yang ia dapatkan. Kekuatan daya tangkap, daya nalar, dan imajinasinya menghantarkannya menjadi pemikir-pemikir muda yang potensial. Terlebih bila ia memang sengaja dididik, dibina dan dikembangkan dalam kerangka ideologi dan untuk tujuan tertentu, maka ia untuk tumbuh menjadi kader yang tangguh, agen perubahan masyarakat ke arah cita-cita yang diembannya. Usia mudanya memberikan peluang untuk mengembangkan dirinya lebih lanjut, mengasah dan menajamkan pemikirannya, meningkatkan keberanian dan nilai kejuangannya. Idealisme yang dimiliki mendorong dirinya untuk bergerak demi perjuangannya itu.
Perjuangan menegakan idealisme tidak berhenti hanya pada saat ia menjadi mahasiswa tapi berlanjut pada kehidupan pasca kampusnya. Pembinaan yang diterima saat mahasiswa mendorongnya untuk tetap setia memperjuangkan idealisme itu dalam kehidupannya selepas mahasiswa. Untuk itu, ia mengatur garis kehidupannya gaya dan kegiatan hidupnya, hingga selaras dengan cita-citanya. Ia membuat rencana-rencana dan langkah-langkah serta membangun hubungan-hubungan dengan orang atau lembaga se-idealisme serta menyebarkan ide-ide dan pemikirannya dengan berbagai cara. Ia telah bergerak di tengah masyarakat di bawah idealisme yang diyakininya. Berbagai hambatan dan kesulitan dijalaninya dengan penuh ketegaran dan keyakinan. Ia tidak surut dan bergeming dari jalan yang ditempuhnya, bahkan semua kesulitan itu semakin meyakinkan dan memantapkan langkahnya. Maka tumbuhlah ia ditengah-tengah masyarakat dikenal sebagai pejuang cita-cita tertentu. Ia dikenal ide dan pemikirannya. Ia dikagumi karena kekonsistenannya terhadap idealisme dan sikap hidupnya. Ia diikuti karena cita-cita dan pemikiran hidupnya. Ia telah menjadi figur yang berkredibilitas ide yang diakui secara objektif oleh masyarakat.
Maka tak pelak lagi bahwa kampus dan mahasiswanya memiliki posisi yang amat strategis bagi perubahan masyarakat di masa mendatang. Terutama di mata kaum yang berkepentingan memperjuangkan suatu ideologi. Mereka sama-sama melihat, di dalam kampus didapatkan kader atau tunas muda yang bisa dibina untuk menjadi pengikut dan pejuang setianya. Kampus ibarat tanah adalah lahan yang paling subur untuk menyebarkan suatu paham atau ideologi, sehingga kelak ia suatu saat akan menuai hasilnya berupa kader-kader yang tangguh. Dan kampus sebagai lahan pertanian tadi terbuka untuk segala macam benih yang saling bertentangan sikap hidupnya sekalipun. Dalam konteks demikianlah kita mestinya melihat da’wah di kampus.

Arah Da’wah di Kampus
Kemana sebenarnya arah da’wah kampus di arahkan? Yang pasti, da’wah di kampus tidaklah berdiri sendiri. Artinya, ia hendaknya dilakukan secara sinergis sebagai bagian dari da’wah kapada umat secara keseluruhan, bahkan bukan hanya di Indonesia, tapi juga di dunia. Dengan demikian arah da’wah di kampus juga tidak bisa dipisahkan dari arah da’wah kepada umat secara umum.
Melihat realitas umat sekarang ini dimana tidak ada lagi kehidupan Islam, sementara terdapat kemestian yang ditetapkan Islam akan kewajiban penerapan seluruh syariat Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, maka da’wah pada masa sekarang disebut da’wah Isti’naful hayatil Islamiyah (melanjutkan kehidupan Islam). Kehidupan Islam yang pertama telah pernah tegak di Madinah di bawah naungan daulah Islam dengan Rasulullah sebagai pemimpin, dilanjutkan oleh para khulafaurrasyidin, lalu para khulafa dan berakhir dimasa kepemimpinan Sultan Abdul Majid dari Kekhilafahan Utsmani 1924. Semenjak itu tidak ada lagi kehidupan Islam. Yang ada hanyalah kehidupan kaum muslimin yang melaksanakan syari’at Islam sebagian dan meninggalkan sebagian yang lain. Da’wah melanjutkan kehidupan Islam berarti mengembalikan kaum mulimin kepada pengamalan seluruh hukum-hukum Islam baik menyangkut aqidah, akhlak, makanan, minuman, pakaian juga muamalat (‘audatu al muslimin ila al-‘amal bi jami’i ahkami al-Islami).
Untuk itu diperlukan kekuatan umat, yang terbentuk hanya bila umat memiliki kesadaran Islam yang tinggi. Da’wah haruslah berorientasi kepada perubahan kearah Islam, yang pada tahap awal berupa perubahan pemikiran uamt (bersifat fikriah). Karena, perubahan masyarakat ke arah Islam terjadi bila pemahaman (mafhum) Islam tertanam dan berkembang secara efektif di tengah masyarakat, Mafhum Islam akan menjadi landasan dalam berbuat dan bertingkah laku. Islam akan menjadi ro’yun ‘amnya (pendapat umum). Umat akan memiliki cara berfikir Islam, yakni memandang segala sesuatu berdasarkan ajaran-ajaran Islam, serta memiliki daya saring dalam menerima segala macam bentuk ide dan paham yang bertentangan dengan Islam. Mereka juga memahami apa sesungguhnya cita-cita Islam. Mafhum Islam itu akan menyatukan dan menggerakkan umat untuk menuntut perubahan-perubahan sesuai dengan cita-citanya. Saat itu adalah kesempatan yang terbaik untuk mewujudkan kesatuan dan kemimpinan umat, mengarahkan perasaan jiwa dan cita-cita umat, ke arah tujuan perjuangan Islam. Umat tidak bergerak atas dasar dendam akibat penindasan yang dialaminya, atau tidak juga karena sekedar memenuhi kebutuhan perut. Akan tetapi, umat bergerak semata-mata didorong oleh aqidah Islam yang telah menyadarkan mereka akan kewajiban untuk menata kehidupan ini sesuai dengan kehendak Illahi, dan mewujudkan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Hanya itulah yang menjadi motivasi dan tujuan umat. Mereka mendambakan kebahagiaan abadi di akherat nanti. Mereka mendambakan surga, dan lebih dari itu mereka mendambakan keridhoan Allah.
Semua tak akan terwujud tanpa adanya peminpin-pemimpin yang setia membina dan mengarahkan umat. Yakni pemimpin yang tangguh yang memiliki kekuatan ruhiyah (Aqidah dan kepribadian), kekuatan ma’nawiyah (ilmu dan strategi) serta kekuatan madiyah (fisik dan materi). Salah satunya bersumber dari kampus. Maka tidak kurang para pemimpin Ma’had Aliy dalam pertemuannya di Jakarta akhir tahun 1989, meletakkan kampes sebagai salah satu sumber ulama. Dan untuk mewujudkan semua itu, tentu diperlukan usaha yang keras dan sungguh-sungguh, sabar dan terus menerus, mulai dari menyebarkan ide-ide, mencari kader-kader yang berkualitas, dan membinanya terus menerus, mengarahkan sampai merangkaikannya dalam jalinan langkah jamaah yang terpadu dan harmonis. Inilah prinsip da’wah di kampus.
Da’wah di kampus di negeri ini jelas berhasil bagi terbentuknya basis kekuatan umat secara baru, melengkapi peran pesantren, majelis ta’lim dan perguruan Islam selama ini. Beberapa bukti bisa disebut untuk menandai kesan munculnya kekuatan Islam di kampus. Nafas Islam di berbagai kota besar seputar tahun 80-an harus diakui sangat dipengaruhi kampus. Berbicara da’wah Islam di Bandung misalnya, harus disebut peran Salman ITB, Masjid UNPAD dan lain-lain. Ramadhan di kampus jama’ah Shalahudin UGM memberi inspirasi munculnya Ramadhan di kampus-kampus lain. Juga munculnya Ramadhan di kampung di Yogyakarta. Bahkan IPB, Karena gencarnya proses ‘Islamisasi’ di kampusnya, sering diplesetkan menjadi ‘Institut Pesantren Bogor’. Fenomena jilbab secara pesat muncul dari kampus, tak terkecuali kampus-kampus yang sangat ketat dalam aturan berpakaian. Dan cetusan ketidakpuasan umat atas berbagai persoalan yang berkembang seakan terwakili oleh aksi kampus. Dari protes jilbab lewat PMIB, demo Tabloid Monitor, aksi solidaritas Bosnia adalah beberapa diantaranya. Dari segi kepemimpinan, peran pemimpin Islam asal kampus juga mulai menonjol. Sebut saja Rama Pratama, seorang aktivis muslim yang menjadi pemimpin pergerakan mahasiswa dalam rangka menjatuhkan rezim Soeharto.

Peran dan Fungsi Dakwah Kampus
Peran yang seharusnya dimainkan oleh lembaga dakwah kampus adalah sebagai berikut : pelayanan dan pemberdayaan ummat, pembinaan ummat sebagai upaya meningkatkan kualitas sumber daya insani meliputi aspek akal, ruh, dan jasad menuju terbentuknya peradaban Islam, pengkajian kontekstual dan isu strategis, dalam arti memaknai hikmah, melakukan pembelajaran, dan mengambil sikap terhadap fenomena-fenomena keummatan, pergerakan dalam usaha perjuangan mentransformasikan nilai-nilai Islam di masyarakat berupa penyadaran dan pressure yang bercirikan kemahasiswaan dan keIslaman, pengkaderan sebagai upaya membentuk kader da’wah yang berkepribadian Islam dengan aktivitas meliputi pembekalan, penjagaan, serta pemberdayaan kualitas dan potensi kader.

Selengkapnya......
 
Free PALESTINE MySpace Cursors at www.totallyfreecursors.com